5 Fakta Peradilan Agama
PERADILAN AGAMA
Peradilan Agama adalah salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah.
1. Dasar Hukum Peradilan Agama
Dasar hukum peradilan agama dalam Undang Undang Dasar 1945 adalah diatur oleh Pasal 24 yang pada ayat (1) menjelaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Peradilan disyari’atkan oleh al-Qur-an, as-Sunnah, dan Ijma’.
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah…” [Al-Maaidah/5: 49]
Dia juga berfirman:
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ
“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil…” [Shaad/38: 26]
Dari ‘Amr bin al-‘Ash bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
“Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ia benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun salah maka ia memperoleh satu pahala.”
Demikian pula kaum muslimin, mereka telah bersepakat (ijma’) akan disyari’atkannya peradilan.
2. Tugas peradilan Agama
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.
Pengadilan Agama Sumber yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
3. Fungsi Peradilan Agama
Disamping peradilan agama memiliki tugas, peradilan agama juga memiliki beberapa fungsi yaitu:
- Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
- Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.(vide: Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006)
- Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita. Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006)
- Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006)
- Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006)
4. Sejarah PA Sejak Masa Penjajahan Belanda Hingga Masa Kemerdekaan
Masa Penjajahan Belanda
Pada Pada periode tahun 1882 sampai dengan 1937 secara yuridis formal, peradilan agama sebagai suatu badan peradilan yang terkait dalam sistem kenegaraan untuk pertama kali lahir di Indonesia (Jawa dan Madura) pada tanggal 1 agustus 1882 kelahiran ini berdasarakan suatu keputusan raja Belanda (Konninklijk Besluit) yakni Raja Willem III tanggal 19 januari 1882 No. 24 yang dimuat dalam staatsblad 1882 No. 152. Badan peradilan ini bernama Priesterraden yang kemudian lazim disebut dengan rapat agama atau Raad Agama dan terakhir dengan pengadilan agama.Masa Penjajahan Jepang
Pada zaman Jepang, posisi Pengadilan Agama tetap tidak berubah kecuali terdapat perubahan nama menjadi Sooryo Hooin. Pemberian nama baru itu didasarkan pada aturan peralihan pasal 3 Osanu Seizu tanggal 7 Maret 1942 No. 1. Pada tanggal 29 April 1942, pemerintah bala tentara Dai Nippon mengeluarkan UU No. 14 tahun 1942 yang berisi pembentukan Gunsei Hoiin (Pengadilan Pemerintah Bala tentara) di tanah Jawa dan Madura. Dalam pasal 3 UU ini disebutkan bahwa Gunsei Hooin terdiri dari
- Tiho Hooin (Pengadilan Negeri)
- Keizai Hooin (Hakim Polisi)
- Ken Hooin (Pengadilan Kabupaten
- Gun Hooin (Pengadilan kewedanan)
- Kiaikoyo Kootoo Hooin (Mahkamah Islam Tinggi)
- Sooryoo Hooin (Rapat Agama)
Masa Kemerdekaan
5. Susunan Peradilan Agama
Pimpinan
Pimpinan terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua. Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama harus berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan agama. Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung. Ketua Pengadilan Agama mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Pengadilan Tinggi Agama sementara Wakil Ketua Pengadilan Agama Ketua Pengadilan Agama.
Hakim Anggota
Untuk dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan agama, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- warga negara Indonesia
- beragama Islam
- bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam
- sehat jasmani dan rohani
- berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela dan
- bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia.
Panitera
Pengadilan Agama mempunyai Kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera. Panitera Pengadilan Agama dibantu oleh seorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, beberapa orang Panitera Pengganti, dan beberapa orang Jurusita.
Sekretaris
Pengadilan Agama mempunyai Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris dan dibantu oleh tiga Kepala Sub Bagian.
Khairul Sholeh
Hukum Ekonomi Syari'ah
Semester V
Dosen Pengampu: Andri Nurwandri S.Sy., M.Ag
Tidak ada komentar: